(Masih) Bobroknya Pendidikan di Indonesia
Oleh Herti Annisa
Indonesia kembali
dihadapkan dengan ketidakmampuan pemerintah menangani masalah
pendidikan. Belum reda ingatan kita tentang sekolah rusak di beberapa
daerah, Indonesia harus menelan pil pahit akan berantakannya Ujian
Nasional yang terasa amburadul.
Ujian
Nasional memang sudah selesai hampir satu bulan yang lalu, tapi ingatan
tentang ketidakbecusan pemerintah menjadikan warga Indonesia
berpendidikan seolah tidak pernah hilang. UN sebagai ujian penentu lulus
atau tidaknya siswa, ternyata menjadi hal yang membuktikan atas
buruknya kualitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Sebelas
provinsi di Indonesia harus menunda UN karena soal belum diterima.
Anggota Komisi X DPR-Fraksi PDI-P, Itet
Tridjajati Sumarijanto, berpendapat bahwa kekacauan pelaksanaan UN 2013
merupakan imbas dari sistem pendidikan nasional yang tidak
terimplementasi dengan baik. Apalagi, kekacauan selalu terjadi berulang
kali dan tahun 2013 merupakan kekacauan yang terburuk sepanjang sejarah
penyelenggaraan UN.
Pelajar Demo
Tidak hanya tentang UN, fasilitas sekolah
yang rusak juga menjadi masalah utama. Minimnya bahkan tidak adanya
fasilitas di sekolah, ternyata tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Masalah itu seolah tidak ada habisnya, sampai saat ini. Dari
wilayah pedesaan sampai ibu kota, dari sekolah biasa hingga sekolah
bertaraf internasional.
Pada tahun 2011, ratusan pelajar SMA
Negeri 2 Palu, Sulawesi Selatan, melakukan demo di Kantor Wali Kota Palu
di Jalan Balai Kota Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah,
setelah sebelumnya berorasi di halaman sekolah.
Siswa sekolah bertaraf internasional
tersebut mengeluhkan ruang belajar panas, WC rusak, dan fasilitas
lainnya yang tidak memadai. Padahal mereka diwajibkan membayar uang
sejumlah uang komite sebesar Rp. 200 ribu dan uang pemutuan sebesar
Rp4,5 juta yang dibayarkan ketika mendaftar di sekolah tersebut.
Tidak hanya di Palu, siswa SMKN 2 Garut
berunjuk rasa pada tahun 2012. Lagi-lagi mengenai fasilitas sekolah yang
tidak memadai. Kali ini, mereka melalukan aksi protes dengan cara tutup
mulut atau bungkam seribu bahasa. Mereka menanyakan dana sumbangan
pembinaan pendidikan serta dana sumbangan pendidikan yang telah mereka
bayarkan.
Kejadian cukup memilukan terjadi di Bima,
Nusa Tenggara Barat. Siswa sekolah dasar yang seharusnya belum berpikir
untuk melakukan aksi demo, mau tidak mau melakukan hal itu dengan
menanyikan lagu Bongkar karya Iwan Fals.
Ialah ratusan siswa SDN 07 Kota Bima yang
bernyanyi sambil melompat-lompat di depan halaman sekolah. Mereka
hendak menuntut para pembesar daerah mengembalikan sekolah mereka.
Sebanyak 284 siswa tersebut akhirnya mogok belajar, lantaran
rehabilitasi sekolah mereka hingga kini belum dituntaskan.
Dari beberapa cerita di atas, ternyata
kisah memilukan tentang buruknya fasilitas pendidikan di Indonesia masih
terdengar di tahun 2013. Waktu berlalu, tetapi usaha pemerintah belum
membuahkan hasil.
Sebanyak 1.644 ruang kelas yang tersebar
di 251 sekolah dasar, baik negeri maupun swasta, naungan Dinas
Pendidikan Sumenep perlu direhab karena rusak. Dari 1.644 sekolah yang
rusak, sebanyak 753 ruang di antaranya masuk kategori rusak berat,
sedangkan 891 ruang masuk kategori rusak ringan dan sedang.
Satu tahun yang lalu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyodo menginstruksikan kepada Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Mohammad Nuh, agar tidak ada lagi gedung dan bangunan
sekolah yang rusak pada tahun 2014. Tepatnya pada tanggal 31 Juli 2012,
dalam rapat koordinasi yang dipimpin Kepala Negara di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Nur memaparkan perkembangan penyelesaian
perbaikan gedung dan bangunan sekolah.